Kalimat Bijak :

Thursday, January 30, 2014

Latar Belakang Pengembangan Energi Kayu Cair/Biometanol (Kayu Cair (Biometanol) : Energi Hijau Ramah Lingkungan) (02/12)

Saat ini dunia sedang menghadapi dua krisis terkait energi, yaitu perubahan iklim global sebagai dampak efek gas rumah kaca (GRK) hasil emisi pembakaran bahan bakar fosil (80%), dan krisis menipisnya persediaan sumber energi fosil itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi dunia yang ditopang energi fosil telah disadari harus dikoreksi oleh semua negara dengan tanggungjawab yang berbeda (common but diffeterentiated responsibility). Pembangunan rendah karbon (Low carbon development) kemudian dicanangkan.


Saat ini di Indonesia, 85% energi nasional berasal dari minyak dan gas, dan 8,7% dari batubara yang membuang gas racun CO2 dan metan ke atmosfer. Minyak bumi (64,5%) akan habis dalam waktu 10 tahun ke depan (Dewan Energi Nasional, Majalah Bisnis Review, Edisi 5 Agustus 2009). Sementara itu, perkembangan energi alternatif berupa energi air, angin, surya, dan panas bumi tidak berkembang secara nyata. Pengembangan energi berbasis biomassa masih seputar generasi pertama dan berbenturan dengan masalah pangan yang potensial menimbulkan masalah kriminal dan pelanggaran HAM. Generasi kedua yang berbasis limbah juga tidak berkembang karena mengandalkan limbah pemukiman (kota) dan pertanian. Produk energi tersebut tidak mampu bersaing dengan minyak dan gas dimana harga minyak mentah saat ini masih di bawah US$ 80 per barrel. Selain itu, pengadaan bahan bakunya sulit dijamin keberlanjutannya.

Hutan, sesungguhnya sudah memiliki kodrat menghasilkan energi, selain hasil hutan kayu, bukan kayu, dan jasa-jasa lingkungan. Akan tetapi keunggulan tersebut belum termanfaatkan secara optimal dan belum tersentuh teknologi maju. Egon Glesinger, pakar kehutanan (Chief of the Forest Product, branch of the Food And Agriculture Organization of The United Nation) pada tahun 1949 telah menulis buku dengan judul : The Coming Age of Wood. Hampir segalanya dapat dibuat dengan kayu yang memiliki empat unsur kimia utama, yaitu Karbon, Hidrogen, Oksigen, dan sedikit Nitrogen. Dari kayu dapat dibuat bahan bakar (padat, gas, dan cair), bahan pangan bagi manusia dan pakan ternak, tekstil, rumah (komponen rumah), kertas, bahan industri kimia, obat-obatan, dan kosmetik.
Sejak tahun 1983, di Indonesia sempat diwacanakan untuk membangun Hutan Tanaman Energi walaupun dimulai dengan produksi kayu bakar sebagai energi pedesaan. Namun wacana tersebut akhirnya hilang seiring berjalannya waktu, dengan hiruk pikuknya akselerasi pembangunan ekonomi berbasis minyak dan gas.

Saat ini, dengan sentuhan teknologi generasi ketiga, kayu dapat diubah menjadi energi hijau yang ramah lingkungan, yaitu Kayu Cair atau Biometanol, yang dalam keseharian sudah dikenal dengan nama Spiritus.

Di negara-negara Eropa, tren penggunaan biomassa untuk energi hijau berkembang sangat signifikan dibanding sumber energi alternatif lainnya, seperti dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1 : Tren penggunaan biomassa untuk energi hijau di negara-negara Eropa

Sumber energi
1995
2004
Perubahan
Biomassa
44,8
72,3
+27,5
Air
26,4
26,1
-0,3
Angin
0,4
5,0
+4,6
Sinar Matahari
0,3
0,7
+0,4
Geothermal
2,5
5,4
+2,9
Sumber : Prof. Kristiina Vogt


Artikel Terkait