Kalimat Bijak :

Thursday, January 30, 2014

Kayu Cair (Biometanol) : Energi Hijau Ramah Lingkungan (01/12)

Latar Belakang Pengembangan Energi Kayu Cair (Biometanol)



Saat ini dunia sedang menghadapi dua krisis terkait energi, yaitu perubahan iklim global sebagai dampak efek gas rumah kaca (GRK) hasil emisi pembakaran bahan bakar fosil (80%), dan krisis menipisnya persediaan sumber energi fosil itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi dunia yang ditopang energi fosil telah disadari harus dikoreksi oleh semua negara dengan tanggungjawab yang berbeda (common but diffeterentiated responsibility). Pembangunan rendah karbon (Low carbon development) kemudian dicanangkan. Selanjutnya >>>

Ada beberapa jenis energi terbarukan dan berkelanjutan yang berbasis hasil hutan kayu dan bukan kayu, yaitu :
  1. Energi padat : kayu bakar, arang kayu, pelet kayu;
  2. Energi gas : gas yang dihasilkan melalui proses gasifikasi (CH4 - C4H10), gas Hidrogen (H2), dan;

Energi padat seluruhnya masih membuang emisi ke atmosfer. Walaupun Indonesia tidak termasuk negara yang diwajibkan menurunkan emisinya karena secara nasional net-emisinya negatif, namun dalam penggunaan energi padat tetaplah harus berhati-hati. Secara moral Indonesia turut pula bertanggung jawab (dalam peran yang berbeda) dalam menurunkan emisi ini (common but diffeterentiated responsibility). Selanjutnya >>>

Menurut Prof. Kristiina Vogt, pakar bioenergi dari University of Washington, Oregon-USA, teknologi ini sudah sejak lama ditemukan. Egon Glesinger menyebutkan bahwa bahan bakar cair dari kayu telah dipakai dalam perang dunia yang lalu untuk kendaraan militer, namun riset pengembangannya terhenti karena ada bahan bakar fosil yang sangat murah. Selanjutnya>>>

Pabrik biometanol yang terpusat memerlukan dukungan bahan baku dalam jumlah besar dan berkelanjutan. Biaya angkutan bahan baku akan menjadi faktor pembatas. Di Amerika Serikat, menurut Prof. Kristiina Vogt, jarak 60-100 mill akan menjadi batas maksimal. Demikian pula apabila pabrik diletakkan di wilayah urban, akan sulit bersaing dengan bahan bakar fosil dari SPBU. Belum lagi permasalahan pada pembuangan limbahnya (abu). Selanjutnya >>>

Biometanol menguntungkan dari segi lingkungan karena dapat mengurangi emisi karbon dari bahan bakar fosil yang disubstitusinya. Komisi Energi California melaporkan bahwa M85 (pencampuran Metanol 85% dengan Bensin 15%) akan mengurangi emisi pencemaran sebesar 50% dibandingkan bensin murni. Selanjutnya>>>

Pasar Metanol di Amerika Serikat telah berkembang dengan baik (di atas US$ 4 milyar), terutama diperlukan sebagai bahan bakar alternatif bagi transportasi. Adanya undang-undang yang mendorong digunakannya bahan bakar hijau akan lebih mendorong penggunaan metanol. Selanjutnya >>>

Seperti dijelaskan oleh Prof. Kristiina Vogt, ada tiga tipe mesin metanol, yaitu :
  1. Kapasitas besar, di atas 100 ton bahan baku kayu kering per hari, yang diletakan terpusat. Kelemahannya adalah, pada jarak angkut bahan baku kayu yang tidak ekonomis bila melampaui 100 kilometer. Kelemahan lainnya adalah, ia harus bersaing dengan BBM yang masih murah dan bersubsidi. Ia baru menarik bagi investasi bila harga minyak mentah melampaui US$ 80 per barrel dan subsidi BBM dihapus. Tipe pabrik ini cocok apabila diorientasikan ke pasar luar negeri (ekspor) atau substitusi impor. Selanjutnya >>>

Menurut Prof. Kristiina Vogt, Indonesia berpotensi untuk pengembangan biometanol berbahan baku kayu, karena :
  1. Indonesia memiliki hutan tropika terbesar ketiga di dunia dengan skala keunggulan komparatifnya;
  2. Masa depan ekonomi akan berada di wilayah Asia-Pacifik dimana Indonesia adalah anggota APEC yang strategis; Selanjutnya >>>

  1. Bahwasannya kayu dapat menjadi energi alternatif, terbarukan, dan berkelanjutan serta ramah lingkungan, belum diketahui publik termasuk para elitnya. Dewan Energi Nasional (DEN) masih sektoral, belum menyentuh potensi yang ada dan besar pada sektor kehutanan. Atas kondisi demikian, diperlukan upaya-upaya antara lain : Selanjutnya >>>

  1. Untuk mendatangkan teknologi baru dari luar negeri serta melakukan uji coba di lapangan di Indonesia, serta mengadopsi ke dalam bisnis diperlukan dukungan para pihak, utamanya pemerintah.
  2. Komitmen mulai dari Pemerintah Pusat sampai Pemerintah Daerah harus terbangun dengan kuat karena pengembangan biometanol berbasis kayu ini merupakan mitigasi sekaligus adaptasi terhadap perubahan iklim global. Selanjutnya >>>

Kesimpulan

  1. Biometanol sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia.
  2. Pada saat harga minyak mentah masih di bawah US$ 80 per barrel dan masih adanya subsidi dari pemerintah, biometanol diprioritaskan untuk dikembangkan di daerah terpencil/tertinggal menggunakan M3X.
  3. Diperlukan dukungan pemerintah dan atau masyarakat bisnis untuk mengimplementasikan teknologi baru M3X sebagai prioritas utama.
  4. Investasi dalam industri biometanol berbasis hutan, layaknya menerima transfer dana karbon.
  5. Hutan Indonesia mampu membantu menjawab tantangan krisis global secara signifikan, terutama terkait krisis energi.
Jakarta, Februari 2010
Ir. Nanang Roffandi Ahmad
(Direktur Eksekutif APH) 
Catatan : tulisan ini didukung oleh 14 Pustaka.  


(Sumber : Majalah “Rimba Indonesia” Volume 46, April 2010, Halaman 9-16)

Artikel Terkait