Menurut Prof. Kristiina Vogt, Indonesia berpotensi untuk pengembangan biometanol berbahan baku kayu, karena :
- Indonesia memiliki hutan tropika terbesar ketiga di dunia dengan skala keunggulan komparatifnya;
- Masa depan ekonomi akan berada di wilayah Asia-Pacifik dimana Indonesia adalah anggota APEC yang strategis;
- Indonesia adalah negara kepulauan yang perlu memiliki strategi energi yang sesuai dengan kondisinya terutama di wilayah timur.
- Indonesia adalah negara pengimpor BBM (nett importer) sejak tahun 2004 dan yang sedang giat mengembangkan bahan bakar alternatif terbarukan dan berkelanjutan;
- Indonesia memiliki potensi untuk menjadi eksporter biometanol terutama ke pasar Asia-Pacifik dan Eropa karena negara-negara maju akan mengalami defisit luas hutannya apabila mengembangkan biometanol berbasis hutan.
Prof. Kristina Vogt menawarkan kepada Indonesia untuk mengimplementasikan mesin M3X, termasuk uji coba dan pelatihan di Indonesia. Imbalannya adalah, hak paten atas mesin M3X ini akan didaftarkan di dua negara yaitu Indonesia dan Amerika Serikat, apabila Indonesia dapat menyediakan dana untuk itu. Nilai investasi tersebut relatif kecil, namun memerlukan komitmen yang kuat dari pemerintah untuk mendukungnya. Sektor swasta pun dapat menjadi investornya. Diperlukan waktu dua tahun untuk merealisasikan pabrik M3X tersebut di Indonesia sejak dana tersedia.
Beberapa kajian implementasi mesin M3X di Indonesia dan produksi biometanol berbasis kayu yang telah penulis lakukan sebagai berikut :
1.
|
Perhitungan harga pokok produksi (HPP) biometanol apabila :
a. Bahan baku berasal dari limbah logging/industri : Rp. 4.500,-/liter.
b. Berbahan baku berasal dari hutan tanaman : Rp. 4.700,-/liter.
c. ROI (Return of Investment) : <2 tahun.
|
2.
|
Hutan tanaman Industri kayu pertukangan yang umumnya mempunyai luasan 15.000 hektar (gross), dapat memproduksi biometanol secara berkelanjutan : 50 juta liter/tahun (maksimal).
|
3.
|
Hutan Tanaman Industri pola transmigrasi mampu menghasilkan bahan bakar untuk pembangkit listrik secara mandiri hanya dengan memanfaatkan areal HTI Transnya sebesar 16%.
|
4.
|
Untuk substitusi solar bagi PLTD, Perusahaan Listrik Negara (PLN) di wilayah terpencil dengan kapasitas 1 MW, cukup dilayani oleh Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan (HKm), dan Hutan Rakyat (HR), seluas (gross) 2.600 hektar, apabila menyala selama 24 jam/hari selama 360 hari (1 tahun).
|
5.
|
Sebuah unit management Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam yang memiliki volume tebangan tahunan 287.000 m3, mampu menghasilkan limbah penebangan yang apabila 50%-nya dimanfaatkan untuk produksi biometanol maka jumlah biometanol yang dihasilkan mampu mensubstitusi BBM solar 100%, bahkan masih terdapat kelebihan, yang dapat dipergunakan untuk substitusi impor metanol bagi pembuatan lem (glue) pada industri plywood-nya.
|
6.
|
Apabila program pemerintah untuk mensubstitusi energi nasional yang jumlahnya 40 juta kilo liter per tahun sebesar 10% dengan bio fuel dan dibuat dari kayu hutan tanaman, maka luas hutan tanaman yang diperlukan hanya 1,4 juta hektar (gross), dan investasinya hanya memerlukan 41% dari nvestasi yang diprogramkan pemerintah (Rp. 200 Triliun).
|
7.
|
Pengembangan kayu cair biometanol ini akan memperkuat kemandirian energi nasional.
|
8.
|
Bersama dengan metanol berbahan baku gas alam dan batubara, biometanol akan menjadi substitusi BBM setelah tahun 2020.
|
Artikel Terkait