Menurut Prof. Kristiina Vogt, pakar bioenergi dari University of Washington, Oregon-USA, teknologi
ini sudah sejak lama ditemukan. Egon Glesinger menyebutkan bahwa bahan bakar
cair dari kayu telah dipakai dalam perang dunia yang lalu untuk kendaraan
militer, namun riset pengembangannya terhenti karena ada bahan bakar fosil yang
sangat murah.
Pada saat krisis energi di dunia terjadi yang salah
satu indikasinya adalah dari harga minyak mentah (crude oil) melampaui US$
100 per-barrel, teknologi tersebut akhirnya dihidupkan kembali, dengan
peningkatan efisiensinya.
Secara sederhana, proses pembuatan biometanol dari
kayu dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar : Proses biometanol dari biomassa kayu |
Tekniknya secara detail tidak dapat disajikan,
karena hak paten teknologi ini dimiliki oleh Amerika Serikat, dan belum
dipublikasikan secara luas. Teknologi tersebut telah diujicoba di lima negara
bagian di Amerika Serikat bagian barat. Biometanol kayu cair mempunyai banyak
keunggulan dibandingkan dengan bioetanol dan metanol dari gas alam atau
batubara. Hal ini dapat dijelaskan pada tabel 3 dan tabel 4 di bawah ini.
Tabel 3 : Biometanol VS bioetanol (Prof. Suminar
Setiati Achmadi)
|
|||
Bio-Etanol
|
Bio-Metanol
|
||
1.
|
Bahan baku : terbatas
|
1.
|
Bahan baku : lebih luas (limbah, hutan tanaman)
|
2.
|
Teknologi : fermentasi
|
2.
|
Teknologi : Gasifikasi
|
3.
|
Lama waktu : Minggu
|
3.
|
Lama waktu : Singkat (menit)
|
4.
|
Rendemen : 10%-30%
|
4.
|
Rendemen : 25% - <50%
|
5.
|
Daur bahan baku : Pendek
|
5.
|
Daur bahan baku : Panjang
|
6.
|
Utamanya jadi campuran gasolin (gasohol)
|
6.
|
Pemakaian lebih luas dan langsung (transportasi fuel
cell, konsumsi rumah tangga, pengganti solar)
|
7.
|
Berbenturan dengan pangan
|
7.
|
Tidak berbenturan dengan pangan
|
8.
|
Tidak toksik, bila diminum memabukkan
|
8.
|
Toksik, bila diminum menyebabkan kebutaan dan kematian.
|
9.
|
Rawan deforestasi
|
9.
|
Tidak menyebabkan deforestasi dan menekan Emisi
|
10.
|
Biaya produksi lebih tinggi
|
10.
|
Biaya produksi lebih rendah
|
Tabel 4 : Biometanol VS
Metanol
|
|||
Metanol
|
Bio-Metanol
|
||
Rumus kimia
|
:
|
CH3OH
|
CH3OH
|
Bahan baku
|
:
|
Fosil (Batubara dan gas alam)
|
Kayu (Lignocellulose)
|
Sifat bahan bakar
|
:
|
Non renewable
|
Renewable
|
Keberlanjutan
|
:
|
Tidak berkelanjutan
|
Berkelanjutan
|
Kontribusi terhadap ketahanan energi
|
:
|
Tidak ada jaminan dalam jangka panjang
|
Menjamin
|
Tingkat konversi
|
:
|
?
|
40%-50% (konservatif)
|
Dampak terhadap lingkungan
|
:
|
Penyumbang emisi (unsur ikutan lebih besar : sulfur, nitrat)*
|
Hampir zero emission (unsur ikutan rendah)*
|
Penggunaan biometanol sangat luas karena disamping
sebagai substitusi bahan bakar fosil bagi transportasi dan pembangkit listrik,
juga menjadi bahan baku industri, pengolahan limbah, pengganti baterai (fuel cell), dan komoditas eksport,
sehingga dapat menjadi bisnis alternatif bagi hutan tanaman. Biometanol layak
masuk pasar karbon, baik melalui mekanisme CDM/KP (substitusi fosil fuel), maupun REDD dalam
pembangunan hutan tanaman dan pemanfaatan limbah pembalakan (ilegal logging). Dr. George Olah, ahli
kimia dan pemenang hadiah Nobel dari Institute Hidrocarbon Loker, University of Southern California, mengakui
bahwa metanol akan menjadi tonggak utama setelah energi minyak dan industri
kimia. Kini metanol diproduksi dari sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui
(gas/batubara). Di masa mendatang, hutan akan menjadi sumber bahan baku yang
ideal. Memproduksi biometanol dari kayu akan membantu dalam pengamanan energi.
Artikel Terkait