Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) berencana segera mengambil inisiatif dan memimpin masyarakat adat di seluruh Indonesia untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam menentukan kembali batas-batas kawasan hutan adat dengan hutan negara, mencabut atau merundingkan ulang izin-izin perusahaan yang menggunakan hutan adat.
Hal ini dikatakan Sekretaris Jenderal AMAN, Abdon Nababan, dalam wawancara dengan satuharapan.com, Jumat (17/5) di Jakarta. Upaya tersebut menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Ke hutanan.
Keputusan MK pada sidang hari Kamis (16/5) itu mempertegas hak masyarakat adat atas wilayah mereka dan memberi landasan hukum dalam mempertahankan dan mengambil kembali hak tenurialnya (memelihara, memegang, dan memiliki) di wilayah ulayatnya.
Penerapan UU Kehutanan selama 14 tahun menyebabkan warga masyarakat adat di berbagai daerah kehilangan kak atas wilayah adat dan diserobat oleh pihak lain. Mereka yang memperjuangkan hak justru dipenjarakan dengan tuduhan sebalikny sebagai penyerobotan terhadap tanah negara dan wilayah. Padahal pihak luar justru yang melakukan penyerobotan. Ketentuan dalam UU itulah yang sering digunakan oleh berbagai pihak untuk menguasai wilayah milik masyarakat Adat.
Dalam putusan MK disebutkan bahwa hutan adat dikeluarkan dari hutan negara baik yang berstatus taman nasional, cagar alam, hutan lindung, taman wisata alam, hutan produksi dan hutan produksi terbatas.
Berikut wawancara lengkap dengan Abdon Nababan, Sekjen AMAN sebagai salah satu pemohon uji materi Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Pertanyaan (satuharapan.com) : Apa maknanya keputusan MK bagi perjuangan AMAN dan seluruh warga masyarakat adat di Indonesia?
Jawaban (Abdon Nababan): Putusan MK ini merupakan pemberi semangat bagi AMAN dan masyarakat adat di Indonesia untuk melanjutkan perjuangan ke tahap selanjutnya. Kita tahu bahwa sebagian besar wilayah adat masuk ke dalam kawasan hutan yang ditunjuk secara sepihak oleh Pemerintah cq Kementerian Kehutanan dengan menggunakan UU No. 41/1999 tentang Kehutanan sebagai dasar hukumnya.
Dengan putusan MK ini maka terbukti bahwa UU ini telah merampas hak-hak konstitusional masyarakat adat selama 14 tahun. Banyak penderitaan, termasuk ratusan bahkan ribuan orang warga masyarakat adat masuk penjara akibat pemberlakukan UU No. 41/1999 ini. Bagi AMAN dan masyarakat adat di Indonesia, UU ini adalah hukum yang melanjutkan penjajahan di Bumi Nusantara.
Dengan putusan MK ini maka sebagian dari instrumen penjajahan itu telah dicabut oleh MK. Masyarakat adat mendapatkan sebagian dari kemerdekaan yang selama ini hilang oleh UU ini. Rasa kembali merdeka dari penjajahan! Itulah makna penting dari putusan MK ini terhadap AMAN dan masyarakat adat di Indonesia. Putusan MK ini kalau dilaksanakan secara efektif akan mampu memulihkan rasa kebangsaan, rasa sebagai warga negara, yang selama ini sudah sempat hilang.
Satuharapan.com: Apakah dengan keputusan itu, berbagai keputusan oleh pemda yang menyangkut penguasaan kawasan dan wilayah milik adat yang menimbulkan konflik selama ini, seperti di Sumut (hanya sebagai contoh kasus) dapat dikoreksi? Bagaimana caranya? Dan apa konsekuensi yang bisa timbul?
Abdon Nababan: Putusan MK ini harus menjadi alat koreksi terhadap kesalahan di masa lalu. Karena itulah setelah putusan MK ini maka AMAN mendesak Pemerintah untuk meminta maaf, mengakui kesalahan selama ini, dan dari pengakuan bersalah itulah masyarakat adat dan Pemerintah melakukan rekonsiliasi dengan mencabut dan merundingkan ulang izin-izin yang sudah sempat diberikan secara sepihak oleh Pemerintah ke berbagai perusahaan, baik swasta maupun BUMN. Mekanisme untuk mengkoreksi kesalahan di masa lalu ini harus segera disepakati oleh masyarakat adat dan Pemerintah sebagai tindaklanjut dari putusan MK.
Satuharapan.com: Apa langkah AMAN dan seluruh warga masyarakat adat agar perubahan pada UU Kehutanan ini mengubah hidup mereka dan cara pemerintah menjalankan kekuasaan?
Abdon Nababan: AMAN dan masyarakat adat akan segera mengambil prakarsa dan kepemimpinan di lapangan untuk membantu pemerintah memperjelas batas-batas wilayah adat dan hutan adat dengan hutan negara. AMAN akan mempercepat proses pemetaan wilayah adat untuk diintegrasikan di dalam "Satu Peta Indonesia" yang sudah menjadi kebijakan nasional resmi Pemerintah.
Masyarakat Adat secara terorganisir juga akan memperjelas batas-batas wilayah ini secara fisik di lapangan. AMAN mendesak Pemerintah agar segara membentuk atau menunjuk satu atau lebih instansi Pemerintah untuk bekerja sama dengan masyarakat adat untuk mempercepat penataan batas-batas kawasan hutan, termasuk di dalamnya batas hutan adat dengan hutan negara.
Satuharapan.com: Berkaitan dengan keputusan Presiden memperpanjang moratorium hutan, ini membuat berkah bagi warga masyarakat adat berlimpah. Bagaimana dua keputusan itu bisa menyelesaikan masalah agraria yang begitu banyak?
Abdon Nababan: Perpanjangan waktu moratorium hutan ini akan menjadi mementum yang sangat tepat untuk melaksanakan putusan MK ini. Dengan demikian putusan MK ini dilaksanakan dalam suasana yang lebih damai, karena Pemerintah hanya fokus mengkaji ulang dan merasionalisasi izin-izin lama yang sudah ada.
sumber : Satuharapan.com
=============
Artikel Terkait