Oleh : Abi Ngingi
Masyarakat adat merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama dalam satu wilayah serta memiliki hubungan keterikatan sebagai satu keturunan. Hutan, tanah, sungai serta gunung memiliki keterikatan tersendiri dengan mereka. Hutan bukan hanya sebagai suatu ekosistem tempat adanya tumbuhan yang bisa digunakan untuk kepentingan manusia, namun bagi masyarakat adat, hutan merupakan symbol dari sebuah harga diri.
Pengelolaan hutan
lestari telah dilakukan masyarakat adat sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu
dan itu tetap diterapkan sampai saat ini. Hal ini karena masyarakat adat
mengerti akan pentingnya hutan sebagai tempat mencari nafkah, penyedia sumber
daya, kawasan konservasi, penyedia air dan fungsi-fungsi lainnya. Penerapan hal
ini juga diperkuat dengan aturan-aturan adat yang mengikat. Seperti pemberian
sanksi dan denda bagi masyarakatnya yang terbukti salah.
Pembagian kawasan
dalam hutan juga menjadi bagian dari pengelolaan hutan oleh masyarakat adat.
Pembagian kawasan ini memiliki beragam fungsi, seperti kawasan yang
diperuntukan untuk kegiatan pertanian, kawasan untuk berburu dan kawasan
terlarang/ hutan larangan dan lain sebagainya tergantung kearifan local dari
masing-masing komunitas masyarakat adat. Kawasan-kawasan tadi digunakan
sesuai dengan fungsinya, misalnya kawasan pertanian harus digunakan hanya untuk
kegiatan pertanian sebaliknya juga dengan kawasan berburu. Kawasan terlarang
biasanya tidak boleh diganggu dikarenakan adanya situs-situs sejarah dalam
kawasan hutan tersebut. Namun fungsi lain dari kawasan ini juga sebagai kawasan
konservasi, menjaga mata air atau wilayah-wilayah berlereng agar tidak longsor
pada musim hujan.
Bagaimana dengan
pengelolaan hasil hutan ? Pengelolaan hasil hutan dalam kawasan hutan adat
tetap diberikan kepada masyarakat untuk mengelola namun harus tetap berpatokan
kepada aturan-aturan adat yang berlaku. Aturan-aturan ini dimaksudkan supaya
sumber daya hutan seperti kayu, rotan, damar dll itu tetap tersedia bagi semua
orang yang membutuhkan serta berkelanjutan. Misalnya pengambilan kayu untuk
kebutuhan rumah telah ditentukan jenis kayu dan umurnya sehingga kayu yang
ditebang tersebut memang sudah bisa digunakan supaya tidak ada pembalakan liar
dalam kawasan hutan adat.
Kita bisa melihat
beberapa kearifan local dari masyarakat adat di Indonesia dalam menjaga
hutannya. Suku Cek Bocek Selensuri di Sumbawa, menjaga hutan mereka dengan
aturan adat yang bernama Mungka. Mungka merupakan
kegiatan menjaga hutan larangan oleh masyarakat adat yang sekaligus
dilaksanakan ketika mereka mencari nafkah dalam kawasan hutan seperti berburu
dan mencari tumbuhan obat. Kegiatan ini diatur dengan aturan adat, yaitu Biat.
bila ditemukan ada yang menebang pohon yang belum cukup umur akan dikenakan
sanksi dan denda. Sanksinya berupa orang tersebut harus menanam pohon yang sama
sebanyak 3 pohon sedangkan dendanya biasanya harus menyediakan hewan sebagai
korban yang nantinya akan dimakan bersama oleh masyarakat dan juga orang
tersebut dilarang untuk masuk kawasan hutan selama satu tahun.
Di kepulauan
Maluku, tata kelola hutan adat dikenal dengan Sasi. Sasi
merupakan larangan untuk mengambil hasil hutan dalam jangka waktu tertentu. Ini
dimaksudkan agar sumber daya hutan yang ada dapat dipergunakan tepat pada
waktunya serta tetap tersedia untuk semua orang. Waktu sasi biasanya 3 - 6
bulan bahkan bisa sampai 1 tahun. Setelah waktu itu selesai, masyarakat bisa
mengambil hasil hutan namun dalam batasan yang wajar, seperlunya dan sesuai
dengan aturan adat, proses ini dinamakan buka sasi. Aturan inipun
mempunyai sanksi dan denda jika dilanggar. Di Maluku tengah, sanksi yang
dikenakan biasanya diberi denda adat berupa membayar kembali sesuai dengan yang
telah ditentukan dalam aturan adat sedangkan di Maluku tenggara, denda adat
bisanya berupa ganti rugi dengan emas . Selain itupun mereka percaya bahwa jika
sengaja melanggar sasi akan mendapat musibah. Karena itulah masyarakat
benar-benar tahu akan pentingnya menjaga hutan.
Contoh diatas
merupakan sebagian kecil dari ratusan kearifan lokal masyarakat adat nusantara
dalam menjaga kelestarian hutan sebagai tangung jawab dan harga diri mereka. Hutan
dipandang bukan saja sebagai penyedia kayu atau hasil hutan tapi merupakan
bagian dari lingkungan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat
adat. Ketergantungan inilah yang menjadikan hutan bagi masyarakat adat menjadi
sangat penting. Hal ini telah disadari bukan baru saat ini atau kemarin tapi
sejak para leluhur dulupun mereka sudah mengerti akan arti pentingnya
melestarikan hutan.
Ayo, lestarikan
hutan kita
Hutanku hijau,
bumiku lestari
Artikel Terkait