Pelestarian alam dan perlindungan hutan dalam perspektif agama Budha
LANGKAH YANG HARUS DILAKUKAN
Peradaban menghendaki hidup ini memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia. Namun karena hidup manusia bukanlah benalu, maka ia seharusnya berusaha memulihkan sumberdaya alam yang telah terpakainya. Schumacher mengatakan setiap pengikut sang Buddha wajib menanam sebatang pohon setiap beberapa tahun dan menjaganya sampai sungguh-sungguh hidup. Orang yang pandai dan bijaksana akan berusaha meningkatkan kesejahteraan atau mencapai sukses yang sebesar-besarnya, hanya dengan menggunakan sumberdaya yang minimal, seperti ia meniup nafasnya membuat api menjadi besar (Jataka 1, 123).
Jadi, pandangan hidup tentang keserasian hubungan manusia dan alam, sebagaimana yang tercermin dalam Buddha Dharma, akan memberikan sumbangan tak ternilai bagi penanggulangan masalah lingkungan. Pandangan ini menempatkan manusia sebagai bagian dari alam semestanya yang saling tali temali satu sama lain, tidak egois atau serakah yang menyebabkan terjadinya keserakahan dan kekerasan.
Sikap hidup tanpa kekerasan terhadap segenap isi alam ini harus sungguh-sungguh terwujud sebagaimana dicontohkan Samana Gotama. ”Samana Gotama tidak merusak tumbuh-tumbuhan. Tidak melakukan perjalanan di musim hujan untuk menghindari kemungkinan akan menginjak tunas-tunas tanaman atau menggangu kehidupan binatang-binatang kecil yang muncul setelah hujan. Tidak membunuh makhluk. Samana Gotama menjauhkan diri dari membunuh makhluk. Beliau telah membuang alat pemukul dan pedang, beliau tidak melakukan kekerasan karena cinta kasih, kasih sayang dan kebaikan hatinya kepada makhluk“ (Brahmajalla Sutta).
Manusia dewasa ini telah semakin sadar, bahwa bumi sebagai rumah tangganya ini telah tidak lagi menjadi tempat tinggal yang nyaman, akibat kerusakan ekologis yang telah dibuat oleh manusia itu sendiri. Industrialisasi dan peperangan telah membuat bumi mengalami banyak kehancuran. Pencemaran kebutuhan dasar umat manusia seperti air, tanah, dan udara, dan penggundulan hutan terjadi atas nama pertumbuhan ekonomi.
Di sinilah perlunya program-program pembangunan yang beranjak dari kebijakan yang arif dan bersumber pada pandangan hidup yang utuh, yang melihat hubungan manusia dan alam sebagai satu kesatuan, dan tindakan ekonomi manusia yang tidak semata atas dasar self interest. Dalam konteks inilah, agama harus tampil ke depan, memainkan perannya demi kesejahteraan dan kebahagiaan segenap mahluk.
Agama sebagai realitas maupun lembaga juga tidak lepas dari masalah yang menyangkut ekonomi dan ekologi. Agama harus memainkan fungsi profesinya terhadap realitas hidup nyata. Agama sebagai sumber nilai petunjuk hidup benar, penjaga kehidupan yang sejati dan luhur, harus memainkan perannya. Demi kelangsungan ekosistem selanjutnya.
Sang Buddha bersabda “Demi kasih sayang, bersabdalah untuk kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan baik dewa ataupun manusia” (Maha Vagga 1,11).
Ajaran agama sungguh berfungsi dalam kehidupan bersama, kalau kembali dihayati apa yang menjadi intinya, yang dapat menjadi pilihan dan menentukan keputusan yang menyangkut sesuatu kehidupan. Karena itu, seseorang yang tidak menghayati ajaran agama, sering kehillangan kredibilitas seperti sumur tanpa air.
Terhadap masalah ekologis ini, ajaran-ajaran agama memainkan peranan penting. Melalui ajarannya, agama membangun pandangan hidup umatnya dan mempengaruhi perilaku pemeluknya dalam pergaulannya dengan alam, misalnya pandangan hidup tentang alam, apakah manusia harus hidup serasi dengan alam, atau manusia boleh mengeksploitasi alam dengan sesukanya.
Bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan tersebut di atas, maka perlu dengan segera diambil langkah-langkah konkrit antara lain sebagai berikut :
- Mengadakan gerakan moral yang menyatakan “Hutan adalah sahabat dan partner kehidupan kita yang harus kita jaga dan kita cintai”;
- Melibatkan peran serta para Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat dalam mensosialisasikan dan pengawasan terhadap Pelestarian Alam dan Upaya Perlindungan Hutan;
- Mengadakan gerakan menanam pohon produktif bagi masyarakat yang memiliki lahan kosong;
- Menindak tegas para penebang hutan tanpa izin.
Artikel Terkait