Kalimat Bijak :

Wednesday, January 29, 2014

Potensi beberapa Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) sebagai bahan baku Biodiesel (2/2)

Biji Nyamplung (Callophyllum inophyllum Linn)


Minyak Nyamplung (Bintangur) memiliki kadar FFA sekitar 29%. Menurut Martawijaya et al (1981) dalam Sudrajat et al (2010), Nyamplung (Callophyllum inophyllum Linn) mempunyai beberapa nama daerah, seperti : bintangur, mentangur, penanga, bunut, punaga, bataoh, bentangur, butoo, jempelung, jinjit, mahadingan, maharunuk, batau, bintula, dinggale, pude, wetai, dan lain-lain. Daerah penyebarannya di Indonesia meliputi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.


Biji bintangur mempunyai kadar minyak yang sangat tinggi yaitu 75% (Dweek dan Meadowsi, 2002, dalam Sudrajat et al, 2010) dan 71,4% (Nijverheid dan Handel dalam Sudrajat et al, 2010). Menurut Heyne (1987) dalam Sudrajat et al (2010), inti biji mengandung air 3,3% dan minyak 71,4%. Greshoff dalam Heyne (1987) menyatakan bahwa kadar minyak biji bintangur 55% pada inti biji yang segar dan 70,5% pada biji yang benar-benar kering. Minyak bintangur di beberapa daerah digunakan untuk penerangan (Dwee dan Meadowsi, 2002, dan Lele, 2005, dalam Sudrajat et al, 2010).


Kualitas Biodiesel

Hasil sifat fisiko-kimia minyak biji Kesambi, biji Nyamplung dan biji Kepuh disajikan pada tabel di bawah ini :

Jenis Analis
Satuan
Kesambi
Nyamplung
Kepuh
Bilangan asam
mg KOH/g minyak
0,63-1,33
0,62-1,84
0,36
Densitas
kg/cm3
909,0
944,0
880,7
Kadar air
%
0,49
0,25
0,31
Viskositas kinematik
cSt
14,05
8,67-8,99
4,28
Kadar lemak bebas
%
NA
4,8
2,01
Sumber : Sudrajat et al (2010)




A.   Bilangan Asam

Bilangan asam adalah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan grup karboksil bebas dari setiap gram sampel. Semakin rendah bilangan asam biodiesel, semakin baik mutu biodiesel karena keasaman biodiesel dapat menyebabkan korosi (karat) dan kerusakan pada mesin diesel. Menurut  SNI 04-7182-2006 tentang bahan bakar biodiesel, bilangan asam yang diperkenankan adalah kurang dari 0,8 mg KOH/g biodiesel. Keasaman biodiesel dapat mangakibatkan korosif dan kerusakan pada mesin diesel, sehingga hal ini menjadi salah satu faktor penting dalam penentuan proses pembuatan biodiesel.
Berdasarkan persyaratan tersebut, biodiesel dari minyak kepuh lebih baik dibandingkan dengan biodiesel dari biji kesambi dan nyamplung. Meskipun demikian, secara keseluruhan ketiga jenis biodiesel tersebut  memenuhi persyaratan untuk parameter bilangan asam.

B.    Kadar Air

Kadar air yang tinggi dalam minyak nabati akan menyebabkan terjadinya hidrolisis yang akan menaikan kadar asam lemak bebas. Fukuda et al (2001) dalam Sudrajat et al (2010) melaporkan bahwa keadaan air yang berlebihan dapat menyebabkan sebagian reaksi berubah menjadi reaksi saponifikasi yang akan menghasilkan sabun. Sabun akan bereaksi dengan katalis basa dan mengurangi efisiensi katalis sehingga meningkatkan kekentalan (viskositas), terbentuk gel dan menyulitkan pemisahan gliserol dengan metil ester.
Kadar air biodiesel dari biji nyamplung lebih rendah dari biji kepuh dan kesambi. Meskipun demikian, kandungan air dalam minyak biji kepuh dan kesambi juga cukup rendah. Hal ini menunjukan bahwa minyak dari biji ketiga jenis tanaman tersebut cukup baik untuk dikonversi menjadi biodiesel. Nilai kadar air minyak nabati yang diisyaratkan oleh SNI adalah kurang dari 2%.

C.    Viskositas Kinematik

Viskositas merupakan sifat biodiesel yang paling penting karena viskositas mempengaruhi kerja sitem pembakaran bertekanan. Semakin rendah viskositas, maka biodiesel tersebut semakin mudah untuk dipompa dan menghasilkan pola semprotan yang lebih baik (Islam et al, 2004, dalam Sudrajat et al, 2010). Menurut SNI 04-7182-2006, nilai viskositas kinematik biodiesel yang diperbolehkan adalah 1,9 - 6,0 cSt pada suhu 40°C. Dengan demikian, berdasarkan syarat tersebut, minyak biji kepuh dan nyamplung sudah sesuai dengan persyaratan yang harus dipenuhi. Viskositas merupakan parameter yang penting untuk diketahui. Soerawidjaja et al (2005) dalam Sudrajat et al (2010) melaporkan bahwa viskositas berpengaruh secara langsung pada pola semburan di ruang pembakaran, sehingga berpengaruh juga pada penguapan bahan bakar, efisiensi pambakaran dan faktor ekonomi lainnya.
Viskositas kinematik akan meningkat seiring dengan panjang rantai asam lemak (Knothe dan Steidley, 2005, dalam Sudrajat et al ,2010). Biodiesel adalah campuran dari ester-ester asam lemak, dimana masing-masing komponennya berkontribusi terhadap viskositas kinematik biodiesel secara keseluruhan. Dengan demikian, dapat diduga bahwa viskositas biodiesel dipengaruhi oleh panjang rantai dan komposisi asam lemak, posisi dan jumlah ikatan rangkap (derajat ketidakjenuhan) dalam biodiesel, serta jenis alkohol yang digunakan. Viskositas biodiesel tinggi karena adanya ikatan hidrogen intermolekular dalam asam di luar gugus karboksil.

D.   Densitas

Parameter densitas atau berat jenis minyak atau biodiesel dipengaruhi oleh panjang rantai asam lemak, ketidakjenuhan, dan temperatur lingkungan (Formo, 1979, dalam Sudrajat et al, 2010). Seperti halnya viskositas, semakin panjang rantai asam lemak, maka densitas akan semakin meningkat. Ketidakjenuhan juga mempengaruhi densitas, dimana semakin banyak jumlah ikatan rangkap yang terdapat dalam produk akan terjadi penurunan densitas. Biodiesel harus stabil pada suhu rendah. Semakin rendah suhu maka berat jenis biodiesel akan semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya. Keberadaan gliserol dalam biodiesel mempengaruhi densitas biodiesel karena gliserol memiliki densitas yang cukup tinggi (1,26 g/cm3), sehingga jika gliserol tidak terpisah dengan baik dari biodiesel, maka densitas biodiesel pun akan meningkat.
Nilai densitas standar menurut SNI 04-7182-2006, adalah 890 kg/cm3. Dengan demikian, hanya minyak biodiesel dari biji kepuh saja yang memenuhi syarat. Sedangkan densitas biodiesel dari biji nyamplung dan kesambi berada di atas standar maksimal yang diperbolehkan. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya senyawa seperti sabun, sisa pereaksi, dan resin masih ada di dalam biodiesel sebagai akibat pemisahan yang kurang sempurna.

E.    Kadar Lemak Bebas

Kadar lemak bebas (free fatty acid) sangat berkaitan dengan kadar air. Air yang terdapat dalam minyak akan mengakibatkan terjadinya hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol, sehingga meningkatkan kadar asam lemak bebas (FFA). Kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan menurunkan rendeman biodiesel. Tingginya kadar air minyak kesambi setelah menjadi biodiesel disebabkan adanya akumulasi air pada minyak sebelum proses estrans dengan air sebagai hasil samping dari proses esterifikasi. Kadar lemak bebas untuk kepuh yaitu sebesar 2,10% lebih kecil dibandingkan nyamplung sebesar 4,8%. Untuk biodiesel dari biji kesambi tidak diukur, tetapi jika dilihat dari kadar air biji kesambi yang lebih besar dari kadar air kepuh dan nyamplung, bisa diperkirakan bahwa kadar lemak bebas kesambi lebih besar dari kepuh dan nyamplung. Tingginya kadar air ini dapat mendorong terjadinya proses hidrolisis antara trigliserida dan molekul air sehingga membentuk gliserol dan asam lemak bebas.



Kesimpulan :
  1. Kualitas biodiesel dari biji kepuh lebih baik jika dibandigkan dengan biodiesel dari biji nyamplung dan kesambi;
  2. Untuk meningkatkan kualitas karakteristik biodiesel yang dihasilkan, agar memenuhi standar dan memiliki rendemen yang tinggi, hal-hal yang harus diperhatikan adalah perlakuan paska panen dan pra pengolahan, karena kualitas bahan akan menentukan kualitas produk, serta pemisahan biodiesel dari senyawa atau partikel-partikel yang tidak dibutuhkan adalah tahap yang sangat menentukan kualitas akhir biodiesel.
Daftar Pustaka :


Artikel Terkait