Nyamplung (Calophyllum inophyllum) yang juga dikenal dengan nama Hitaullo, Bintangur, dan berbagai nama lainnya, merupakan salah satu tanaman kayu-kayuan yang banyak tumbuh di daerah pantai. Sebaran tempat tumbuhnya berada pada kisaran 0-800 meter dari permukaan laut, dimulai dari wilayah pantai, rawa-rawa, hingga pegunungan. Daerah penyebarannya di Indonesia meliputi pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, sampai Maluku. Di luar Indonesia, menyebar di negara Thailand, Malaysia, Papua New Guinea, dan Philipina. Di Indonesia, Nyamplung dapat dijumpai di pantai-pantai Sumatera Barat, Yogyakarta, Serang, Cilacap, dan Maluku.
Bermanfaat Dari Akar Hingga Buahnya
Nyamplung memiliki berbagai manfaat mulai dari bagian akar, batang, kulit kayu, daun, hingga bunga dan buahnya. Struktur perakaran yang kuat membuat tanaman ini cocok untuk tanaman konservasi, misalnya sebagai penahan abrasi dan pemecah gelombang untuk daerah pantai. Pada saat terjadi tsunami di pantai Pangandaran (tahun 2007), pada daerah yang ditumbuhi Nyamplung relatif tidak mengalami kerusakan dibandingkan dengan daerah yang terbuka.
Kayu Nyamplung juga kuat dan telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan konstruksi dan furnitur. Di Maluku dan daerah-daerah pantai juga digunakan sebagai bahan baku kapal/perahu karena kayunya terbukti awet dan tahan terhadap rendaman air laut.
Secara tradisional, masyarakat telah memanfaatkan daun dan bunga Nyamplung untuk obat luka dan penumbuh rambut. Di masa lalu, masyarakat desa Elhau (sekarang Pulau Saparua) memanfaatkan isi buah yang digiling dan kemudian dibentuk seperti dupa untuk digunakan sebagai sumber cahaya/lampu rumah dan penerangan jalan, karena biji Nyamplung mengandung minyak yang mudah terbakar.
Produksi Tanaman Nyamplung
Umumnya Nyamplung mulai berbuah pada umur 3 tahun. Produksi optimal dicapai pada umur 5-7 tahun dan berbuah dua kali dalam setahun. Rata-rata buah yang dihasilkan dalam sekali panen sekitar 70 kilogram/pohon. Nyamplung bisa mencapai umur 100 tahun dan masih produktif menghasilkan buah pada usia tersebut.
Cadangan Bahan Bakar
Hingga saat ini, Nyamplung lebih banyak dimanfaatkan sebagai tanaman penghasil kayu. Belum banyak yang memanfaatkan buahnya yang ternyata bermanfaat sebagai bahan bakar alternatif. Seiring dengan makin sulit diperolehnya bahan bakar minyak asal fosil, orang mulai berpikir untuk mencari alternatif/penggantinya. Berbagai jenis tanaman diteliti untuk mendapatkan pengganti bahan bakar minyak, mulai dari tanaman Jarak (Jatropha), Bunga Matahari, Kesambi (Schleichera oleosa), Kepuh (Sterculia foetida), sampai kacang-kacangan. Nyamplung adalah salah satu jenis tanaman yang akhir-akhir ini banyak dilirik orang untuk diteliti kemungkinannya sebagai pengganti bahan bakar minyak fosil. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Departemen Kehutanan, BPPT, dan berbagai lembaga maupun perorangan telah melakukan penelitian atas kandungan minyak dalam biji Nyamplung.
Penelitian kandungan minyak pada biji Nyamplung bahkan telah dilakukan pada tahun 1924 oleh The Philipines Agriculturist. Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa buah Nyamplung segar mempunyai kadar minyak sampai 55,5%, sedangkan yang kering memiliki kandungan minyak sampai 70,5%. Hasil penelitian dua pelajar Yogyakarta bernama Fathurahman dan Aditya Prabaswara, menyimpulkan bahwa minyak yang disuling dari biji Nyamplung memiliki daya bakar dan daya tahan dua kali lebih besar dari minyak tanah. Disebutkan bahwa untuk mendidihkan air dalam jumlah yang sama, jumlah minyak Nyamplung yang diperlukan hanya setengah dari jumlah minyak tanah. Pengolahan untuk menghasilkan minyak Nyamplung pun relatif sederhana dan mudah.
Uji Coba Biodisel dari biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum) |
Analisa Ekonomi
Dari analisa yang dilakukan oleh Abas Sopamena, diperlukan biaya/investasi sekitar Rp. 5,6 juta per-hektar (belum termasuk harga sewa tanah). Biaya tersebut digunakan untuk pengadaan bibit, penanaman, dan pemeliharaan selama 3 tahun pertama. Setelah itu tanaman Nyamplung bisa tumbuh dengan baik tanpa memerlukan pemeliharaan secara khusus.
Bila pada panen pertama dihasilkan rata-rata 50 kilogram/pohon (biasanya sekitar 70 kilogram/pohon) dengan rata-rata jumlah pohon 400 batang/hektar (jarak tanam 5x5 meter), maka akan diperoleh 20 ton buah per hektar. Dengan rendemen minyak Nyamplung 50% saja (umumnya 70%), akan diperoleh minyak Nyamplung sebanyak 10.000 liter/hektar. Bila harga minyak Nyamplung Rp. 2.000/liter (harga bisa lebih tinggi), maka dalam sekali panen akan diperoleh sekitar Rp. 20 juta. Dengan demikian modal awal sudah kembali pada panen pertama di tahun ke 3-5 setelah penanaman. Karena dalam satu tahun, buah Nyamplung dapat dipanen dua kali, maka akan diperoleh penghasilan sekitar Rp. 40 juta/tahun.
Selain memanfaatkan buahnya sebagai bahan bakar alternatif, tanaman Nyamplung juga akan sangat berguna bagi konservasi. Dengan penanaman Nyamplung sepanjang pantai banyak manfaat yang akan diperoleh seperti sebagai tanaman peneduh, pemecah ombak, pelindung dari tsunami, penahan abrasi pantai, dan sebagai sumber bahan baku industri perkayuan.
Artikel Terkait