Kalimat Bijak :

Thursday, July 11, 2013

Membangun kesadaran




IV. Membangun Kesadaran 




Ekologi dan moral lingkungan hidup saling terpaut. Sejak awal tahun 1970 an, masalah ekologi mulai menembus dunia moral. Masalah ekologi umumnya terkait dengan krisis moral dalam upaya memahami unsur saling ketergantungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Manusia membuat permenungan- permenungan keadaan lingkungan hidupnya. 

Bagaimana seharusnya manusia bersikap terhadap lingkungannya? 


Dalam permenungan manusia mencoba untuk lebih mengerti tentang lingkungannya dan selanjutnya mencoba untuk lebih memahami dengan segenap akal budi dan nuraninya serta mencoba dengan pengahayatannya, lingkungan memberikan manfaat- manfaat apa bagi hidupnya. Dengan demikian manusia mendapat kesadarannya dalam posisi mana keberadaan dan pengaruh lingkungan bagi kehidupan manusia. Dari permenungannya manusia mendapatkan kesadaran hakiki yang mampu melihat hubungan keterlibatan manusia dengan lingkungan hidupnya. 

Moral lingkungan hidup pada dasarnya bermula dari kesadaran hakiki manusia dalam menghadapi situasi hidup dan lingkungannya. Manusia secara lebih baik telah menyadari dampak dan bahaya penggarapan alam semesta. Penggarapan ini seiring dengan teori - teori ekonomi dan teologi yang dominan dalam abad 19 dan 20. 


Pengusaha ekonomi dan politik memanfaatkan manusia yang dianggap lemah tidak berdaya untuk menggarap dan memporak-porandakan kekayaan-kekayaan alam. Keuntungan mereka digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan pribadi dan kelompok- kelompok tertentu dengan segala keinginan-keinginannya. Moral lingkungan hidup menyadari adanya kesalahan-kesalahan sikap dasar manusia terhadap lingkungan hidupnya. Banyak kalangan berpendapat bahwa manusialah yang memiliki nilai intrinsik. Hanya manusialah yang layak memperolah pertimbangan moral, sedangkan penghuni alam lainnya hanya memiliki nilai instrumental sebagai sarana dalam pencapaian tujuan-tujuan hidup manusia. Ini tidak terlepas dari pikiran manusia yang bercorak antroposentrik. Kesadaran ini mendorong manusia untuk membentuk sistem penilaian ekologis dalam bersikap dan bertindak secara bertanggung jawab. Kesadaran ini terkait dengan penemuan kembali nilai alam semesta. Pola pikir ini menyoroti sikap manusia, persiapan teknologi dan nilai-nilai yang seharusnya menuntun sikap dan perilaku manusia.


Sejumlah pengamat berpendapat bahwa kerusakan lingkungan alam dan pembabatan hutan yang berlebihan merupakan sikap dan perilaku tidak bertanggung jawabnya manusia yang memiliki kewajiban untuk mengawetkan sistem ekologi. Begitu satu unsur dirusak maka hancurlah sistem ekologi yang sejak dunia diciptakan sesuai dengan kodratnya. 

Sistem ekologi merupakan seperangkat organisme dan lingkungan yang saling terkait dan tergantung. Ini dapat dilukiskan dalam keadaan sebuah danau. Keberadaan ikan sangat tergantung dengan organisme-organisme dalam air danau lainnya. Tiap unsur organisme dalam air tersebut saling ketergantungan satu dengan yang lainnya. Keadaan ini menyadarkan manusia bahwa mereka merupakan bagian dari sistem ekologi yang lebih luas. Kesadaran ini mendorong kepada siapa saja yang mencintai lingkungan hidup dan turut ambil bagian dalam tanggung jawab moral dalam menjaga keseimbangan ekologis sehingga menghasilkan kesejahteraan yang bukan hanya monopoli manusia tetapi juga ciptaan lain.

Ilmu pengetahuan yang berkembang selama 4 abad menggaris bawahi gagasan Galileo : “Kitab suci meghajarkan bagaimana menuju surga, bukan bagaimana langit bergerak”. Tak heran kalau kitab suci tidak mengupas masalah astro fisika atau gejala-gejala alam semesta. Kitab suci bukan buku ilmiah yang mengisahkan sejarah setiap pengada, melainkan kitab yang mengajarkan hidup dengan adil. 

Lalu bagaimana kita dapat berbicara tentang kosmos dan lingkungan hidup dalam cahaya Kitab Suci? 

1. Perjanjian Lama (PL) 


Dalam Perjanjian Lama (PL),  kosmos dipandang sebagai yang berbeda dari Tuhan. Dunia dilukiskan sebagai keadaan keindahan yang tidak sanggup diungkapkan secara penuh oleh gaya sastra, mazmur-mazmur dan kebijaksanaan. Kosmos dan segala kandungannya diciptakan oleh sabda Tuhan. Dalam Perjanjian Lama bukan faham filosofis yang diterima karena peristiwa-peristiwa penciptaan disingkapkan kepada pemikiran manusia. Gagasan ini adalah ajaran iman yang keberadaannya terus menerus diperteguh pada waktu berhadapan dengan percobaan-percobaan baru. 

Tradisi Yahwista (Y) melukiskan kosmos sebagai peristiwa yang tertuju pada Yahweh sebagai tempat kehadiran Tuhan bagi manusia. Manusia mempunyai hubungan yang tak terpisahkan dengan alam semesta. Manusia hidup berdekatan dengan hewan (Kej 2:19-20).

Tradisis Priester (P) Kej 1:1; 2:4a, mengisahkan asal kompos untuk menunjukkan struktur keberadaan manusia dan dunia. Ada 3 yang dititik beratkan oleh tradisi Priester sehubungan dengan peristiwa penciptaan dunia, yaitu: tatanan, waktu dan hidup. Sorotan atas Kejadian 1-11 sebenarnya bukan gagasan Creatio Ex Nihilo, melainkan tindakan keteraturan Yahweh. Sekarang tatanan kosmos dikaitkan dengan tatanan moral dan sosial; ketidakteraturan moral; kekerasan, air bah.

Mazmur 19:2-5b adalah pewartaan tentang kosmos sebagai buah tangan Tuhan. (Bdk Sir 16:2b, 42:15-25) langit dan binatang- binatang termasuk mengidungkan dan memberi kesaksian karya penciptaan. Kosmos bukan hanya undangan untuk percaya kepada Allah sebagai pencipta melainkan desakan untuk terus menerus memuji dan memuliakan Tuhan melalui doa-doa. Kosmos bukan hanya mengungkapkan kebesaran Tuhan tetapi mendorong manusia untuk beriman dan memuji Tuhan. 


2. Perjanjian Baru (PB) 


Perjanjian Baru tidak memberikan suatu konsep kosmologis khusus sebagai bagian pewartaan integral dari injil. Gambaran tentang kosmos dalam Perjanjian Baru di pandang sebagai sarana untuk mewartakan Injil. 

Maksudnya, Perjanjian Baru tidak berbicara tentang kosmos dirinya, sebagai benda belaka, namun pembicaraan tentang kosmos dikaitkan dengan dunia manusia, tempat Tuhan bertindak dan manusia melakukan sesuatu secara bertanggung jawab. 

Dunia sebagai penciptaan yang dimensi Kristosentris. 


Dunia dan sejarah selalu berada di bawah kuasa tindakan penciptaan dan penyelamatan Illahi. Kodrat dan kebebasan manusia kembali memasuki tingkat penciptaan Illahi yang menyelamatkan. Ditegaskan pengakuan iman akan penciptaan langit dan bumi oleh Tuhan (Kisah 17:24; 4:24). Penciptaan berdimensi Kristosentris (Kolose 1:15-17) tidak ada unsur satu pun di atas permukaan bumi yang dapat terpisah dari kuasa Kristus. Tuhan telah menciptakan dunia dalam Kristus sebagai titik tolak keteguhan, dasar primordial dan kekal awal dan akhir (Wahyu 1:18). Kalau begitu dunia tidak bisa dipandang lepas dari Tuhan dalam Yesus Kristus. Dunia kita terus menerus dilalui dan diresapi kekuatan Illahi yang selalu menang. 

Dunia tidak dapat dipandang dalam kekuatannya sendiri namun selalu terkait dengan hubungan asalnya yang dinamis dengan Tuhan. Kritosentrisme akan semesta menegaskan kebenaran mutlak alam semesta yang tidak terbatas pada fungsi-fungsi, seperti ilmu-ilmu pengetahuan lain. Tuhan berkarya dalam kedalaman tenaga-tenaga alam dan tersembunyi dalam keputusan-keputusan manusia. 

Bagaimanakah seharusnya manusia bersikap terhadap alam semesta? 



Karena semua yang diciptakan Allah adalah baik maka perlu diterima dengan syukur sebab semuanya dikuduskan oleh Firman Allah dan doa. Tanggung jawab orang Kristen secara khusus dihadapan dunia terutama melihat apa yang dikehendaki Allah. Dengan demikian orang Kristen mengubah bentuk dunia dari dalam, menghadapi semua keadaan di dunia oleh Roh Allah. Untuk mengubah membebaskan dunia, umat Allah harus melakukan tindak pembaharuan hati dan dengan tingkah laku sesuai dengan kehendak Allah. Dalam surat- Nya kepada Jemaat di Roma 8:18-27, Paulus menyoroti dunia yang diciptakan Tuhan sebagai suatu keseluruhan. Pandangan dan sikap manusia terhadap alam semesta berdimensi Antroposentrik. Kendati demikian bukanlah Antriposentrik Subyektif yang berfahamkan bahwa alam semesta memiliki nilai sejauh menjamin keuntungan manusia. Tempat kita dalam tatanan penciptaan ditentukan oleh dan hubungan manusia dengan segala ciptaan dalam keterkaitannya dengan Tuhan. Kita seharusnya memandang segala sesuatu di atas permukaan bumi sebagai sarana untuk menemukan tujuan tertinggi untuk memuji dan memuliakan Tuhan bukan untuk manusia. Seluruh peristiwa penciptaan ditandai dengan awal yang menggembirakan. Sejak semula Tuhan telah menyatakan keindahan ciptaan-Nya. Jagad raya terang, lautan, tumbuhan, hewan, semua diciptakan-Nya dalam keadaan baik (bdk Kej 1). Semua unsur dalam alam saling terkait dalam hubungan secara organix.





Artikel Terkait